Nahkoda Kapal MT Strovolos, Sazzedeen Didakwa Dengan Undang-undang Pelayaran

nahkoda-kapal-mt-strovolos-sazzedeen-didakwa-melanggar-undang-undang-pelayaran
Suasana dalam persidangan dengan terdakwa nahkoda kapal MT Strovolos, Sazzedeen S.M (Foto: JP - Channelpublik)


Nahkoda Kapal MT Strovolos atas nama Sazzedeen S.M didakwa oleh jaksa penuntut umum (JPU) Herlambang Adhi Nugroho dengan Pasal 317 junto pasal 193 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pembacaan surat dakwaan itu dilakukan dalam persidangan pada hari Rabu (15 September 2021).

Persidangan itu dipimpin oleh majelis hakim Yoedi Anugrah Pratama, Twis Retno Ruswandari, Halimatussakdiah.

Dalam persidangan, Herlambang Adhi Nugroho menceritakan bahwa terdakwa Sazzedeen selaku nahkoda kapal MT Strovolos berbendera Bahamas GT 28.546 pada tanggal 17 Juli 2021 sekitar pukul 19.00 (waktu Thailand) berangkat dari Pelabuhan Map Ta Phut, Thailand dengan tujuan ke Batam. Hal itu sesuai dengan Port Clearance yang dikeluarkan otoritas kesyahbandaran Thailand Nomor : 1477/2021.

Kemudian terdakwa Sazzedeen meninggalkan pelabuhan setelah medapatkan perintah dari pemilik kapal untuk berangkat ke Batam dengan tujuan mengganti awak kapal di Batam.

Selanjutnya pada tanggal 21 Juli 2021 operator kapal MT Strovolos yaitu perusahaan World Tangkers Management, Pte, Ltd Singapore sebagai Technical operator memberikan instruksi kepada terdakwa Sazzedeen untuk berlabuh jangkar di koordinat 01º 45’ 42” LU - 105º 47’ 48” BT. Tepat pada titik koordinat itu merupakan Laut teritorial Indonesia yaitu perairan selatan pedalaman Anambas.

Kemudian terdakwa melakukan labuh jangkar di koordinat itu, padahal kapal MT Strovolos tidak dalam keadaan memaksa (force majeure) atau dalam keadaan bahaya atau untuk tujuan memberikan bantuan pada orang, kapal atau pesawat udara yang berada dalam keadaan bahaya.

Bahwa pada hari Selasa tanggal 27 Juli 2021 sekira pukul 00.40 WIB saksi Bagus Ari Susilo dan saksi Tomy Irawan yang merupakan tim KRI John Lie 358, menghubungi melalui radio untuk menaiki kapal MT Strovolos dengan tujuan memeriksa dokumen kapal.

Selanjutnya para saksi menanyakan kepada terdakwa Sazzedeen terkait ijin labuh jangkar dari otoritas Syahbandar Indonesia dan terdakwa Sazzedeen tidak dapat menunjukkan ijin tersebut.

Herlambang menyebutkan bahwa berdasarkan catatan log book, terdakwa Sazzedeen melakukan lego jangkar di laut Teritorial Indonesia, pada posisi 01º 45’ 42” LU - 105º 47’ 48” BT lebih kurang 6 (enam) hari lamanya sampai dengan terdakwa diperiksa oleh pihak TNI AL.

“Selama terdakwa lego jangkar kapal MT. Strovolos bendera Bahamas GT 28.546 tanpa dilengkapi ijin dari Otoritas Kesyahbandaran Indonesia,” kata Herlambang dalam persidangan yang dilaksanakan secara virtual di Pengadilan negeri Batam.

Herlambang Adhi Nugroho menyebutkan bahwa berdasarkan pasal 18 ayat 2 The United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982) sebagaimana telah diratifikasi dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut), dijelaskan bahwa “Pelayaran lintas laut damai tersebut harus dilakukan secara terus menerus, langsung serta secepatnya, sedangkan berhenti dan membuang jangkar hanya dapat dilakukan bagi keperluan navigasi yang normal atau kerena keadaan memaksa (force majeure) atau dalam keadaan bahaya atau untuk tujuan memberikan bantuan pada orang, kapal atau pesawat udara yang berada dalam keadaan bahaya."

Dalam hal terdakwa melakukan lego jangkar tanpa seijin dari otoritas Syahbandar Indonesia dan tidak mematuhi tata cara berlalu lintas di wilayah laut Indonesia dan berpotensi membahayakan lalu lintas navigasi di wilayah laut Indonesia.

“Seharusnya terdakwa berlayar dari Thailand menuju Batam sebagaimana Port Clearance terlebih dahulu baru meminta ijin labuh jangkar ke otoritas Syahbandar Indonesia untuk melakukan lego jangkar di tempat yang telah ditentukan oleh Syahbandar,” ucap Herlambang Adhi Nugroho.

Perbutan terdakwa Sazzedeen sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 317 junto pasal 193 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Bagi setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 317 junto pasal 193 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran diancam dengan hukuman paling lama satu tahun penjara dan denda paling banyak 200 juta rupiah.




Penulis: JP




No comments:

Post a Comment