Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Perhitungan Pesangon

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Perhitungan Pesangon
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Perhitungan Pesangon

CHANNELPUBLIK.COM | Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja. Bagaimana tidak ? Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan para pekerja yang mengalaminya. Bagaimana aturan Pemutusan Hubungan Kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan ?

Apa yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ?

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.

Dalam pasal 151 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) disebutkan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pasal 151 ayat (2) menjelaskan bahwa jika pemutusan hubungan kerja tidak bisa dihindarkan wajib  dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan  tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Ketentuan pasal 151 ayat (1) dan ayat (2) berarti, PHK tidak boleh dilakukan secara sepihak melainkan harus melalui perundingan terlebih dahulu. Kemudian, apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Demikian ketentuan pasal 151 ayat (3) UU ketenagakerjaan.  

Adapun lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dimaksud adalah mediasi ketenagakerjaan, konsiliasi ketenagakerjaan, arbitrase ketenagakerjaan dan pengadilan hubungan industrial. Hal tersebut diatur lebih jauh di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI).

PHK tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial  akan menjadi batal demi hukum. Artinya, secara hukum PHK tersebut dianggap belum terjadi (pasal 155 ayat 1 UU Ketenagakerjaan). Dan selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (pasal 155 ayat [2] UU Ketenagakerjaan).

Pekerja/buruh tetap harus bekerja dan Pengusaha tetap harus membayarkan upahnya selama belum ada keputusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pengusaha dapat melakukan pengecualian berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap membayarkan upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh (pasal 155 ayat [3] UU Ketenagakerjaan).

Apa yang harus dilakukan apabila perusahaan tetap tidak mau menerima si karyawan dan tetap tidak mau membayarkan gajinya?

Menurut pasal 96 UU PPHI, apabila dalam persidangan pertama secara nyata-nyata pihak pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya, maka hakim ketua sidang harus segera memberikan putusan sela berupa perintah kepada pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan.

Jika putusan sela tersebut tidak dilaksanakan oleh pengusaha, Hakim Ketua Sidang memerintahkan Sita Jaminan dalam sebuah Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial. Putusan sela tersebut tidak dapat diajukan perlawanan dan/atau tidak dapat digunakan upaya hukum.

Apa yang menyebabkan hubungan kerja dapat berakhir ?

Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :

  1. pekerja meninggal dunia,
  2. jangka waktu kontrak kerja telah berakhir,
  3. adanya putusan Pengadilan atau penetapan lembaga  Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
  4. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau  Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Apa yang dimaksud dengan PHK sepihak oleh perusahaan/majikan ?

Perusahaan dapat melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) apabila pekerja melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB). Akan tetapi sebelum mem-PHK, perusahaan wajib memberikan surat peringatan secara 3 kali berturut-turut. \

Perusahaan juga dapat menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran, dan untuk pelanggaran tertentu, perusahaan bisa mengeluarkan Surat Peringatan (SP) Ke-3 (tiga) secara langsung atau langsung memecat. Semua hal ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan masing-masing. Karena setiap perusahaan mempunyai peraturan yang berbeda-beda.
 
Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi/pailit. PHK akan terjadi karena keadaan diluar kuasa perusahaan.

Bagi pekerja yang di PHK,  alasan PHK berperan besar dalam menentukan apakah pekerja tersebut berhak atau tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak.  Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur dalam Pasal 156, pasal 160 sampai Pasal 169 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dasar perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:

Apa yang dimaksud dengan pekerja yang mengundurkan diri?
Pekerja mengundurkan diri karena berbagai hal diantaranya pindah kerja ke tempat lain, berhenti karena alasan pribadi, dll. Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan tanpa paksaan/intimidasi tapi pada prakteknya, pengunduran diri kadang diminta paksa oleh pihak perusahaan meskipun Undang-Undang melarangnya.

Untuk mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat :
  • Pekerja wajib mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya
  • Pekerja tidak memiliki ikatan dinas
  • Pekerja tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.

Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi uang pisah, uang penggantian hak cuti dan kesehatan dan biaya pengembalian ke kota asal penerimaan. Akan tetapi Undang-undang tidak mengatur hak apa saja yg diterima pekerja yang mengundurkan diri, semua itu diatur sendiri oleh perusahaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 

Pekerja yang berhenti karena kemauan sendiri tidak mendapat uang pesangon ataupun uang penghargaan, beda halnya dengan pekerja yang diPHK. Pekerja mungkin mendapatkan uang kompensasi lebih bila diatur lain lewat perjanjian kerja.

a.  Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri

Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak berhak mendapat uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 2, UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan . Yang bersangkutan juga tidak berhak mendapatkan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 3, UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tetapi berhak mendapatkan uang penggantian hak mendapatkan 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat 4, UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak tanpa mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri) maka pekerja tersebut hanya mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi kalau mengikuti prosedur maka pekerja tersebut mendapatkan uang pisah yang besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau peraturan perusahaan.

b. Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan kerja

Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir, maka pekerja tersebut tidak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 154 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 3 juga uang pisah tetapi berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4.

c. Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun

Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia pensiun yang dimaksud adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan jumlah tahun masa kerja.

Contoh:
Seseorang pekerja dikatakan pensiun apabila sudah mencapai usia 55. Apabila seorang pekerja sudah mencapai usia 55 tahun maka secara otomatis dikategorikan pensiun walaupun masa kerjanya belum mencapai 25 tahun. Tetapi sebaliknya walaupun usianya belum mencapai 55 tahun tetapi lama masa kerja sudah mencapai 25 tahun berturut-turut di perusahaan yang sama maka pekerja tersebut dikategorikan pensiun. Apa pun kategori pensiunnya, pekerja tersebut berhak mendapat uang pesangon 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat 4, UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tetapi tidak berhak mendapat uang pisah.

d. Pekerja melakukan kesalahan berat

Kesalahan apa saja yang termasuk dalam kategori kesalahan bera t?
Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang milik perusahan;
Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahan;
Pekerja mabuk, minum - minuman keras, memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya, dilingkungan kerja;
  • Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
  • Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja;
  • Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang;
  • Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
  • Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau perusahaan dalam keadaan bahaya ditempat kerja;
  • Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara;
  • Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak mewakili kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

e. Pekerja ditahan pihak yang berwajib

Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja setelah 6 (enam) bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana. Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak.

Untuk PHK ini tanpa harus ada penetapan dari lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial tetapi apabila Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan kembali.

f. Perusahaan/perusahaan mengalami kerugian

Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja.
Syaratnya adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Dan perusahaan wajib memberikan uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.

g. Pekerja mangkir terus menerus

Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah meskipun telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi seperti ini, pekerja dianggap telah mengundurkandiri. Keterangan dan bukti yang sah yang menunjukkan alasan pekerja tidak masuk, harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja masuk kerja dan untuk panggilan patut diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu paling lama 3 hari kerja dengan di alamatkan pada alamat pekerja yang bersangkutan atau alamat yang dicatatkan pada perusahaan.

Pekerja yang di-PHK akibat mangkir,  berhak menerima uang pengganti hak dan uang pisah yang besarnya dalam pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.

h. Pekerja meninggal dunia

Hubungan kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan berkewajiban untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris janda/duda atau kalau tidak ada anak atau juga tidak ada keturunan garis lurus keatas/kebawah selam tidak diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.

i. Pekerja melakukan pelanggaran

Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan kewajiban masing-msing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar oleh salah satu pihak.

Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk surat peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. masing-masing berlakunya surat peringatan selam 6 bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam 6  bulan terhadap pelanggaran yang sama maka berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan lain yang ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, Perjanjian kerja Bersama, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Perusahaan Berkewajiban memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan dan uang pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada.

j. Perubahan status, penggabungan, pelemburan atau perubahan kepemilikan

Bagi pekerja yang diakhiri hubungan kerjanya karena alasan tersebut di atas maka :
  • Pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerjanya, pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 1 kali sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali sesuai pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapatkan uang pisah.
  • Perusahaan tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya maka bagi pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapat uang pisah.

k. Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi

Bagi pekerja yang mengakhiri hubungan kerjanya karena efisiensi maka pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak berhak mendapatkan uang pisah.

Dalam Pasal 151 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, Pasal 151 ayat (2) menjelaskan bahwa jika pemutusan hubungan kerja tidak bisa dihindarkan wajib  dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan  tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Ketentuan Pasal 151 ayat (1) dan ayat (2) berarti, PHK tidak boleh dilakukan secara sepihak melainkan harus melalui perundingan terlebih dahulu. Kemudian, apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Demikian ketentuan Pasal 151 ayat (3) UU ketenagakerjaan.

Adapun lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dimaksud adalah mediasi ketenagakerjaan, konsiliasi ketenagakerjaan, arbitrase ketenagakerjaan dan pengadilan hubungan industrial. Hal tersebut diatur lebih jauh di dalam UU No. 2 Tahun 2004 Tentang PPHI (Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial).

Pemutusan Hubungan Kerja tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial  akan menjadi batal demi hukum. Artinya, secara hukum PHK tersebut dianggap belum terjadi (Pasal 155 ayat 1, UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan), dan selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (Pasal 155 ayat 2, UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Pekerja/buruh tetap harus bekerja dan Pengusaha tetap harus membayarkan upahnya selama belum ada keputusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

Pengusaha dapat melakukan pengecualian berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap membayarkan upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh (Pasal 155 ayat 3, UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).

Apa yang harus dilakukan apabila perusahaan tetap tidak mau menerima si karyawan dan tetap tidak mau membayarkan gajinya?

Menurut Pasal 96 UU No. 2 Tahun 2004 Tentang PPHI (Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial), apabila dalam persidangan pertama secara nyata-nyata pihak pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya, maka hakim ketua sidang harus segera memberikan putusan sela berupa perintah kepada pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan.

Jika putusan sela tersebut tidak dilaksanakan oleh pengusaha, Hakim Ketua Sidang memerintahkan Sita Jaminan dalam sebuah Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial. Putusan sela tersebut tidak dapat diajukan perlawanan dan/atau tidak dapat digunakan upaya hukum.

Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan:
  • Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus;
  • Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  • Pekerja menikah;
  • Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
  • Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
  • Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
  • Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan;
  • Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
  • Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Apa yang dimaksud dengan pekerja yang habis masa kontraknya?

Pekerja yang habis masa kontraknya adalah pekerja yang hubungan kerjanya telah berakhir seperti yang tertera dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Apabila pekerja tidak melanggar peraturan perusahaan dalam pelaksanaan PKWT ini, maka PHK yang terjadi termasuk kategori putus demi hukum. PHK semacam ini tidak mewajibkan perusahaan untuk memberikan uang pesangon, uang penghargaan maupun uang penggantian hak.

Bagaimana perhitungan uang pesangon apabila terjadi PHK?

Perhitungan uang pesangon yang ditetapkan berdasarkan pasal 156 ayat 2 Undang – Undang no. 13 tahun 2003 adalah :
  • masa kerja kurang dari 1 tahun  = 1 bulan upah
  • masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah
  • masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah
  • masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah
  • masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah
  • masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah
  • masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun  = 7 bulan upah
  • masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun  = 8 bulan upah
  • masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan upah.
 
Bagaimana perhitungan uang penghargaan apabila terjadi PHK?

Perhitungan uang penghargaan berdasarkan pasal 156 ayat 3 Undang – Undang no. 13 tahun 2003 sebagai berikut :
  • masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah
  • masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah
  • masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah
  • masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah
  • masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah
  • masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah
  • masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah
  • masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah.

Apa saja uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja apabila terjadi PHK?

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima berdasarkan pasal 156 UU No.13/2003 :
  1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
  3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
  4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusanaan atau perjanjian kerja bersama.

Dasar hukum:
1.      UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2.      UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial


No comments:

Post a Comment