PN Batam Menutupi Informasi Tentang Perkara Pemukulan Mantan Anggota DPRD Kota Batam, Helmi Hemilton. Penasehat Hukum: Majelis Hakim Terkesan Tidak Terbuka, Kami Akan Laporkan ke Bawas dan Komisi Yudisial

Dr. Alwan Hadiyanto, S.H, M.H (Foto: JP - Channelpublik)

 

Perkara pengeroyokan terhadap mantan anggota DPRD Kota Batam Helmi Hemilton yang tidak bisa diakses oleh masyarakat di website Pengadilan Negeri (PN) Batam menjadi satu indikator bahwa ada sesuatu yang ditutup-tutupi oleh para pihak terkait utamanya majelis hakim dalam perkara tersebut.

 

Menurut humas PN Batam yang juga ketua majelis hakim dalam perkara itu, Yoedi Anugrah Pratama bahwa “perkara pengeroyokan tidak harus disamarkan informasinya di website PN Batam kecuali pelakunya anak-anak.”

 

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Channelpublik bahwa ketiga terdakwa yang melakukan pengeroyokan terhadap Helmi Hemilton, diantaranya adalah:

1. Herman alias Aman, lahir di Batam (15 Mei 1992) dan tinggal di jalan Mangga III  Blok W, Lubuk Baja Kota Batam. Saat ini Herman berusia 29 tahun dan itu artinya Herman bukan kategori anak-anak seperti yang disebutkan oleh Yoedi Anugrah Pratama.

2. Hartono alias Rudi, lahir di Tanjung Balai Karimun (12 Juni 1997) dan tinggal di Ruko Mega Legenda II C3, Kecamatan Batam Kota. Saat ini Rudi berusia 24 tahun dan itu artinya Rudi bukan kategori anak-anak seperti yang disebutkan oleh Yoedi Anugrah Pratama.

3. Diyanti Sion alias Celine, lahir di Batam (12 Maret 1995) dan tinggal di perumahan Dream Castle Gesya, Kecamatan Batam Kota. Saat ini Celine berusia 26 tahun dan itu artinya Celine bukan kategori anak-anak seperti yang disebutkan oleh Yoedi Anugrah Pratama.

 

Entah siapa dari ketiga terdakwa pengeroyokan Helmi Hemilton itu yang dimaksud oleh Yoedi Anugrah Pratama bahwa terdakwanya adalah anak-anak sehingga informasi di website Pengadilan Negeri Batam sip.pn-batam.go.id tentang perkara nomor 451/Pid.B/2021/PN Btm harus disamarkan sesuai dengan KUHAP dan UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

 

Bertolak dari disamarkan perkara nomor 451/Pid.B/2021/PN Btm oleh pihak PN Batam dalam websitenya membuat penasehat hukum korban atas nama Dr. Alwan Hadiyanto, S.H, M.H merasa kecewa atas hal tersebut.

 

“Dalam kasus ini Pengadilan Negeri Batam terlihat tidak transparan (tidak terbuka) dengan disamarkannya perkara pengeroyokan Helmi Hemilton. Dengan demikian kami akan melaporkan perbuatan pihak Pengadilan khususnya majelis hakim yang menangani perkara itu kepada Bawas Mahkamah Agung  dan KY (Komisi Yudisial),” kata Alwan kepada Channelpublik saat ditemui di kantor LBH Edelweis tepatnya seputaran Tiban, Kota Batam, Jumat (27 Agustus 2021).

 

Tidak transparannya PN Batam dengan informasi  dalam perkara yang menjerat para terdakwa atas nama Herman, Rudi dan Diyanti membuat korban beserta tim penasehat hukumnya tidak dapat mengikuti perjalanan perkara itu.

 

Mantan Anggota DPRD Kota Batam, Helmi Hemilton saat Terbaring di Rumah Sakit Setelah Dikeroyok. (Foto: Dokumentasi Milik Dr. Alwan Hadiyanto, S.H, M.H )

Alwan menerangkan bahwa perkara pengeroyokan yang dilakukan oleh Diyanti, Herman dan Rudi sudah lama diketahui masuk tahap P-21 (22 Juli 2021) oleh pihak Kejaksaan Negeri Batam.

 

“Setelah P-21 itu tidak diketahui lagi perkembangan perkara itu. Kami tim penasehat hukum bersama korban berusaha mencari di website PN Batam tetapi tidak menemukan perkara tersebut. Jadi kewalahan untuk memantau dan mengikuti perjalanan perkara itu,” ucap Alwan.

 

Namun melalui berita Channelpublik yang berjudul “Bimsalabim! Pengadilan Negeri Batam Samarkan Perkara Pengeroyokan Mantan Anggota DPRD Kota Batam, Helmi Hemilton” maka diketahui perkara itu bernomor 451/Pid.B/2021/PN Btm. “Saat kami tim penasehat hukum korban membuka website Pengadilan Negeri Batam dan melakukan pengecekan nomor perkara tersebut ternyata disamarkan,” ujar Alwan.

 

Alwan berpendapat bahwa ketidakterbukaan pihak Pengadilan Negeri Batam pihak PN Batam itu terlihat dari usia para terdakwa sebenarnya sudah kategori dewasa bukan anak-anak lagi. “Kalau terdakwa sudah dewasa maka tidak boleh diperlakukan perkara seperti anak-anak dengan cara disamarkan,” kata Alwan.

 

Dalam analisa Alwan bahwa perkara pengeroyokan itu diatur dalam ketentuan pasal 170 KUHPidana maka persidangannya dan informasi tentang perkara itu tidak tertutup. Lain hal terdakwanya anak maka berlaku ketentuan tentang perlindungan anak.

 

Alwan menegaskan bahwa PN Batam harus ingat dengan UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Kalau harus disamarkan informasi tolong beritahulah kepada pihak-pihak terkait utamanya korban. Ini tidak ada sama sekali informasi tentang disamarkannya informasi perkara itu. Kami jadi menduga bahwa ada unsur-unsur suap, unsur-unsur nepotisme dengan pihak-pihak terkait dalam perkara ini,”ucap Alwan.

 

Alwan menegaskan dengan adanya dugaan unsur-unsur nepotisme, unsur-unsur suap maka sudah wajar untuk dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Bawas Mahkamah Agung supaya perkara nomor 451/Pid.B/2021/PN Btm menjadi terang benderang dan transparan kepada publik. Para majelis hakim dan pihak-pihak terkait diperiksa untuk memastikan dugaan tadi.

 

Pengeroyokan yang dilakukan para terdakwa Herman, Rudi dan Diyanti mengakibatkan korban Helmi Hemilton mengalami patah tulang di bagian kaki tepatnya tulang kering sebelah kiri dan tulang tangan sebelah kiri.

 

Mantan Anggota DPRD Kota Batam, Helmi Hemilton Menggunakan Kursi Roda Ketika di Rumah Sakit Setelah Dikeroyok. (Foto: Dokumentasi Milik Dr. Alwan Hadiyanto, S.H, M.H)

Aktivitas Helmi Hemilton sempat terhalang dengan adanya insiden pengeroyokan itu. Helmi Hemilton sempat menggunakan kursi roda demi berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

 

“Sekarang Helmi Hemilton sudah bisa berjalan namun dengan pincang akibat tulang kakinya sudah pernah patah. Jadi sudah begitu parah yang dialami oleh korban maka tidak sepantasnya perkara itu untuk disamarkan atau ditutup-tutupi. Majelis hakim juga harus berlaku seadil-adilnya, tidak boleh berpihak kepada pihak manapun dalam menyidangkan perkara ini,” ujar Alwan.

 

Alwan berpesan bahwa para penegak hukum mari sama-sama menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia demi terciptanya rasa keadilan bagi Helmi Hemilton selaku korban.

 

Penulis: JP

 

No comments:

Post a Comment